Resah Sekolah di Rumah, Rindu Melanda hingga Boros Kuota
Keterangan Gambar : CNN Indonesia NEWS
Resah Sekolah di Rumah, Rindu Melanda hingga Boros Kuota
06 Mei 2020
0 Komentar
Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan banyak pemerintah daerah melaksanakan kegiatan belajar mengajar di rumah atau home learning mendatangkan keresahan di kalangan sejumlah murid dan pengajar. Meski demikian mereka tetap rela menjalani home learning demi membantu mencegah (Covid-19) merajalela di lingkungan sekolah.Gerson, siswa SMPN 9 Jakarta, sejak pukul 7 pagi sudah berada di depan laptop milik sang ibu yang diletakkan di meja belajarnya.
Di hari itu, ia mendapat tugas Bahasa Indonesia dan mengisi Matematika dari tautan laman itu."Bahasa Indonesia disuruh bikin puisi soal corona, matematika ada soal sejenis test IQ," ujarnya.
Seingatnya, sekolah mulai menerapkan kebijakan home learning sejak pertengahan Februari. Kini, ia pun mengaku sudah mulai rindu untuk bersua rekan sejawat.
"Ya pengen main, mengobrol, sosialisasi sama teman-teman. Kalau di sekolah bisa cerita-cerita, makan bareng juga," ungkapnya. Perihal efektivitas belajar, kata Gerson masih lebih baik belajar di sekolah. Pasalnya, ia lebih mudah bertanya pada guru apabila ada pelajaran yang tak ia mengerti. "Tidak efektif [home learning], susah untuk bertanya pada guru, [sedangkan] kalau di sekolah bisa langsung tanya," kata pecinta pelajaran matematika itu. Ia pun mengatakan bahwa kuota internetnya membengkak selama home learning. "Mama sampai heran, tapi mau bagaimana lagi. Saya butuh internet apalagi masa-masa [home learning] ini," kata Gerson Kisah lain datang dari Dea, siswi SMA 25 Muhammadiyah Pamulang. Sudah hampir 3 minggu ia menjalani rutinitas ini. Ia mengatakan bahwa home learning yang diadakan sekolahnya tidak efektif. "Guru-guru kurang memberikan materi, kebanyakan hanya memberikan tugas," ungkapnya. Sejak penerapan home learning, Dea berujar bahwa kuota internetnya harus bertambah. Jika per bulan biasanya hanya perlu 3 gigabyte (Gb), kini menjadi 10 Gb. "Benar-benar menguras kuota, apalagi kalau sinyalnya lemot [lambat]," ujarnya. Ia berharap agar pihak sekolah bisa memfasilitasi para siswa-siswi di masa 'sekolah di rumah' ini dengan memberikan fasilitas kuota internet. "Mungkin sekolah bisa memfasilitasi kuota dan menyelenggarakan diskusi supaya materi tetap tersampaikan," tambah penyuka mata pelajaran sejarah ini. Dea juga mengaku rindu untuk bisa segera berjumpa dengan rekan sejawatnya. Meski bisa saling sapa lewat sambungan telepon, namun tetap saja kata Dea rasanya berbeda. Baginya, sekolah sangat bermakna jika ada interaksi secara nyata. "Karena biasa tiap hari ketemu bercanda bareng. Sekarang jadi jarang tatap muka langsung, walaupun bisa ngobrol dari telepon tapi tetap beda rasanya," ujarnya. Feo, siswa di salah satu Sekolah Dasar di Pondok Gede pun mulai rindu dengan suasana sekolah. "Aku kangen sama teman-teman aku," ujarnya. Ibu Feo yang ikut berbincang saat itu mengungkapkan bahwa kuota internet kerap jadi kendala anaknya untuk belajar. Selanjutnya, Feo mengatakan bahwa home learning terkadang membuat ia sulit menyerap pelajaran. "Enakan di sekolah, soalnya mama tidak bisa ngajarin aku," ujar siswa kelas 2 SD itu. Karena hal itu ia pun kerap menghubungi langsung gurunya, jika ada pelajaran yang ia tak mengerti. "Jika ada tugas yang belum aku ketahui aku langsung japri [hubungi via pesan singkat] guruku," tambahnya. Kasus corona kian hari kian bertambah. Per 6 April 2020 pukul 15.45 WIB kasus positif sudah menyentuh angka 2.491. Pemerintah pun semakin gencar mengimbau masyarakat untuk terus di rumah. Kesulitan juga dirasakan guru Sekolah Dasar Islam Al Falah I Pagi, Evi Fadliah. Guru Bahasa Inggris ini menyebut jam kerjanya seperti tak terbatas demi meladeni para murid. "Kerja dari rumah mulai dari pagi bisa sampai larut malam untuk mengoreksi tugas-tugas dari para murid. Kami memang tidak bisa membatasi waktu mereka untuk mengumpulkan tugas. Justru malah berat kerja dari rumah seperti ini," tutur ibu beranak dua itu. "Kalau mengajar bisa pakai aplikasi zoom, tapi tidak efektif. Setelah sesi itu, saya harus meladeni telepon atau video call dari murid yang ingin bertanya karena kurang paham materi atau tugas-tugas yang diberikan. Makanya bisa sampai larut malam," terang Evi. Tujuh hari sepekan seakan tak cukup. Para murid, diakui Evi, ada pula yang menghubunginya untuk menanyakan tugas atau materi yang sulit mereka pahami selama hari libur. Belum lagi dia juga harus mengurus putri bungsu yang baru empat bulan. Perannya sebagai guru sekaligus ibu rumah tangga pun harus dijaga benar agar seimbang. Sama seperti siswa-siswi lainnya, Evi juga rindu sekali bisa kembali bertatap muka secara langsung di kelas seperti sedia kala. "Bagi saya, berinteraksi dengan murid-murid bisa menjadi obat ketika kami merasa letih mengajar. Para murid juga sering curhat, kangen bertemu teman-teman dan ibu guru," ucap wanita 31 tahun itu. Feo, Dea, Gerson, dan sang ibu guru pun pasrah menjalani kegiatan 'sekolah di rumah' meski didera rindu, kuota internet membengkak, hingga waktu tak terbatas. Virus corona benar-benar membuat segalanya berubah. (bac)leave a comment